ANIMASI BURUNG TWITTER

ANIMASI Kembang Api BLOG


Kamis, 11 Agustus 2011

MAKALA PKN II

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kiranya tidak berlebihan apabila ditekankan lagi bahwa seluruh proses administrasi dan manajemen harus dikaitkan secara langsung dan merupakan bagian integral dari usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh setiap organisasi. Tanpa adanya keterkaitan langsung tersebut, tidak akan mengherankan apabila dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam organisasi terjadi kesimpangsiuran yang pada gilirannya akan menimbulkan berbagai macam hal negatif seperti tumpang tindih, duplikasi dan ketidakjelasan arah yang kesemuanya berakibat pada pemborosan. Karena hal demikian tidak boleh dibiarkan terjadi, maka diperlukan penyelenggaraan berbagai fungsi manajerial dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang setinggi mungkin.
Setiap organisasi dihadapkan kepada dua jenis lingkungan yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Makin luas ruang lingkup kerja organisasi makin kompleks pula bentuk, jenis dan sifat interaksi yang terjadi dalam menghadapi kedua jenis lingkungan tersebut. Salah satu implikasi kompleksitas itu ialah proses pengambilan keputusan yang semakin sulit dan rumit. Untuk itulah diperlukan manajemen strategik, Setiap pimpinan pasti menyadari bahwa mengelola sebagian dari tanggung jawab yang harus dipikul oleh pimpinan puncak organisasi betapapun pentingnya kegiatan operasional perkantoran tersebut.
Bagian Umum merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang mengurus berbagai jenis kesekretariatan di daerah Kabupaten khususnya di Kabupaten Bone fungsi bahagian umum sangat dominan dalam alur pemerintahan sehingga pihak pimpinan merasa perlu mengambil langkah manajemen yang strategik baik secara internal maupun eksternal diantaranya adalah diserahi fungsi, wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk mana mereka digerakkan, didorong, dibina, dikembangkan, diberi balas jasa dan dikendalikan. Hal demikian merupakan langkah yang strategik dalam menemukan kinerja yang maksimal dalam suatu organisasi.
Bagian Umum merencanakan kebijakan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif yang mengandung arahan tentang tindakan-tindakan utama yang apabila terlaksana dengan baik akan berakibat pada tercapainya berbagai sasaran jangka panjang dan jangka pendek dalam pembangunan dan lingkungan eksternal akan bergerak secara dinamis.
Siagian (2002: 37) bahwa penentuan strategik operasional dalam organisasi terdiri dari berbagai satuan kerja yang dikenal dengan berbagai nomenklatur seperti departemen, bagian, sub bagian, dan lain sebagainya yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan fungsional seperti produktivitas, keuangan dan sumber daya manusia. Berbagai satuan kerja itulah yang mengoperasionalkan rencana maupun strategik suatu lembaga/institusi. Bagi mereka inilah strategik operasional dibuat dan ditentukan atas dasar itu pulalah mereka bekerja pada periode selanjutnya. Satu hal yang menonjol dalam strategik operasional ialah rencana dan program kerja yang dinyatakan dalam bentuk anggaran.
Lebih lanjut Salusu (1997: 69) bahwa proses dari manajemen strategik adalah : 1) perumusan misi organisasi, 2) penentuan profil organisasi, 3) analisis dan pilihan strategik, 4) penetapan sasaran jangka panjang, 5) penentuan strategik induk, 6) penentuan strategik operasional, 7) penentuan stratejik jangka pendek, seperti sasaran tahunan, 8) perumusan kebijaksanaan, 9) pelembagaan strategik, 10) penciptaan sistem pengawasan, 11) penciptaan sistem penilaian, dan 12) penciptaan sistem umpan balik.
Dua belas proses manajemen strategik tersebut merupakan acuan terkendalinya suatu organisasi termasuk implementasi manajemen strategik di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone, namun dari realitas yang ada masih terdapat faktor-faktor yang kurang signifikan misalnya pada proses penciptaan sistem pengawasan dan sistem penilaian yang belum maksimal, contohnya minimnya tenaga pengawas di lapangan sehingga terjadi ketidak efisiensinya waktu fakta yang mengakibatkan sistem penilaian cenderung semakin menurun dari frekuensi kinerja tim pengawas. Untuk itu diperlukan langkah yang sistematis dalam menerapkan manajemen strategik.
Langkah awal atas pencapaian sasaran penulis, maka dalam hal ini penulis tertarik mengambil judul “Pentingnya Manajemen Strategik Kepemimpinan Pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone”.

B. Rumusan Masalah
Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana manajemen strategik di jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone ?
2. Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendorong pelaksanaan manajemen strategik di jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan manajemen strategik di jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong pelaksanaan manajemen strategik di jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.

2. Manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai input pada upaya pelaksanaan manajemen strategik di jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dalam pelaksanaan manajemen stratejik.

D. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang memberikan gambaran mengenai ruang lingkup dalam manajemen strategik yaitu hasil pengambilan keputusan Bagian Umum dalam meningkatkan produktivitas kerja pegawai di Kabupaten Bone.







3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai yang berada di bawah jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone yang berjumlah 62 orang.
b. Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh pegawai di bawah jajaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone. Sampel tersebut dipilih dengan mengambil semua jumlah populasi yaitu 62 orang.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
1. Data kualitatif yaitu data berupa laporan dan bukan dalam bentuk angka-angka.
b. Sumber Data
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh peneliti dari observasi dari wawancara dengan responden dan hasil kuesioner yang dianggap mengetahui tentang masalah yang diteliti dan hasil kuesioner.
2. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan peneliti dari peraturan perundang-undangan dan laporan-laporan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:
a. Observasi yaitu salah satu teknik mengumpulkan data melalui pengamatan seorang peneliti. Pengamatan difokuskan kepada kegiatan pengendalian lingkungan hidup.
b. Wawancara yaitu terjadinya komunikasi langsung dengan responden penelitian atau dengan kata lain suatu kegiatan tanya jawab antara peneliti dengan responden. Wawancara yang dilakukan berpedoman pada pola pertanyaan yang akan dipersiapkan oleh peneliti.
6. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian survey. Olehnya itu data yang sudah dikumpulkan dari lapangan akan diolah. Hasil olahan data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu memberi gambaran data melalui tabel frekuensi yang telah disediakan.






E. Sistematika Pembahasan
Bab satu adalah Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab dua adalah Tinjauan Pustaka, berisi pengertian manajemen, pengertian kepemimpinan, pengambilan keputusan strategik. dan langkah-langkah dalam manajemen strategik, . kerangka konseptual dan definisi operasional.
Bab tiga adalah Gambaran Umum Lokasi Penelitian, berisi Struktur Organisasi Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone, Tugas pokok dan fungsi Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
Bab empat adalah Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Bab lima adalah penutup, berisi kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Manajemen
Istilah kata management (bahasa Inggris), kalau di Indonesiakan manajer manajemen. Untuk lebih jelasnya berikut ini pendapat dari Atmosudirjo (1980: 36), management dari pada sumber daya, misalnya pengelolaan keuangan, pengelolaan personil, pengelolaan materil, dan sebagainya.
Mengenai pengertian manajemen masih beraneka ragam. Masing-masing ahli ataupun tokoh administrasi dan manajemen mengemukakan definisinya. Namun demikian pada dasarnya prinsip, maksud dan tujuannya sama. Untuk memberikan latar belakang pengetahuan mengenai pengertian manajemen tersebut sebagai bahan perbandingan, dibawah diberikan beberapa pendapat para ahli administrasi dan manajemen.
1. Siagian (1986: 5) menyatakan bahwa :
“Manajemen dapat didefenisikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain”.
2. Koontz dan O’Donnel, dalam bukunya Handayaningrat (1985: 19), menyatakan: “Management berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dengan orang-orang lain”.
3. G.R. Terry, dalam bukunya Handayaningrat (1985: 20) menyatakan “Managemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas perencanaan, pengorganisasian, pergerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Dari beberapa defenisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa :
1. Manajemen itu dipergunakan terhadap usaha-usaha kelompok, dan bukan individu (perorangan).
2. Tujuan merupakan sasaran manajemen. Manajemen berhubungan dengan penentuan dan pencapaian dari pada tujuan-tujuan.
Disamping itu, karena manajemen berurusan dengan penentuan dan pencapaian tujuan baik sama-sama maupun melalui kegiatan-kegiatan orang lain, maka manajemen itu terdapat hampir dalam segala bidang kegiatan manusia seperti halnya di dalam bidang rumah tangga, kantor pemerintah ataupun swasta, organisasi olah raga, sekolah, rumah sakit dan lain-lainnya.
Jadi pada dasarnya manajemen merupakan sesuatu yang berlaku untuk umum yang tersusun dari pada fungsi-fungsi tertentu yang merupakan suatu kegiatan yang univrsal, maksudnya meskipun manajemen itu diterapkan pada bidang-bidang yang berlainan, akan tetapi pengertian, asas, prinsip-prinsip serta fungsinya adalah sama.
Adapun mengenai fungsi-fungsi daripada manajemen itu sebagaimana halnya pengertian dan batasan manajemen terdiri dari berbagai macam rumusan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya dari sekian banyak rumusan itu tidaklah kehilangan perbedaan yang prinsipil.
Oleh karena itu dalam tulisan ini, penulis hanya mengemukakan pendapat atau rumusan G.R. Terry, dalam bukunya Handayaningrat (1985: 24), fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah :
1. Perencanaan (Planning)
2. Pengorganisasian (Organizing)
3. Pelaksanaan (Actuating)
4. Pengawasan (Controlling)
Atau yang biasa disingkat dengan akronomi POAC.
Berikut ini dijelaskan masing-masing fungsi tersebut.
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan berarti penentuan dan perhitungan yang cermat terhadap berbagai aspek baik unsur yang terlibat langsung maupun unsur pendukung, sehingga nantinya menjadi dasar atau landasan didalam melaksanakan sesuatu kegiatan sehingga akan lebih efektif dan efisien mencapai tujuannya. Lebih lanjut G.R. Terry dalam bukunya Handayaningrat (1985: 25), mengemukakan :
“Perencanaan adalah suatu pemilihan yang berhubungan dengan kenyataan-kenyataan, membuat asumsi-asumsi yang berhubungan dengan waktu yang akan datang dalam menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang disusulkan dengan penuh keyakinan untuk tercapainya hasil yang dikehendakinya”.

Kalau pengertian ini dianalisis lebih jauh, maka perencanaan pada hakekatnya adalah perhitungan-perhitungan, ataukah perkiraan-perkiraan yang mantap dan bukan dugaan belaka. Jadi perhitungan yang teliti akan kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai berbagai aspek kegiatan dan penggunaan resources guna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya kebijaksanaan tentang struktur organisasi yang akan diciptakan, pengadaan pegawai dan pembinaan selanjutnya, penggunaan fasilitas dan sarana kerja dan seterusnya.
Betapa pentingnya perencanaan di zaman modern ini karena tanpa perencanaan lalu dikatakan tidak termanajemen dengan baik, sebaliknya dengan perencanaan yang baik sesungguhnya sudah separuh jalan terlampaui.
Handayaningrat (1985:14) bahwa untuk dapat melakukan perencanaan yang mantap, maka diharuskan dapat memberi jawaban-jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

(1) Apa yang akan dikerjakan?
(2) Kapan pekerjaan itu dilaksanakan?
(3) Bagaimana cara melakukan pekerjaan itu?
(4) Siapa yang ditugaskan dalani pelaksanaan pekerjaan itu?
(5) Sarana dan prasarana apa yang digunakan dalam pekerjaan itu?
(6) Berapa jumlah biaya yang diperlukan?
(7) Dimana pekerjaan itu dilaksanakan?
(8) Mengapa pekerjaan itu dilaksanakan, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam membuat suatu perencanaan.
2. Perencanaan (Organizing)
Pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen, dilaksanakan untuk mengatur seluruh sumber daya yang dimiliki termasuk unsur manusia sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Untuk jelasnya berikut ini pendapat dari G.R. Terry, dalam bukunya Handayaningrat (1985:26), mengemukakan tentang pengertian pengorganisasian.
“Pengorganisasian adalah menentukan, pengelompokan dan pengaturan berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk pencapaian tujuan, penugasan orang-orang dalam kegiatan ini, dengan memantapkan faktor-faktor lingkungan fisik yang sesuai, dan menunjukkan hubungan kewenangan yang dilimpahkan terhadap setiap individu yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan tersebut”.
Dengan demikian pengorganisasian dimaksudkan untuk membagi-bagi pekerjaan di antara orang-orang atau anggota kelompok, menyediakan fasilitas-fasilitas pekerjaan, pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, pemberian kekuasaan dan kewenangan yang diperlukan serta tanggung jawab mengatur hubungan di antara anggota kelompok baik formal maupun non formal.
Dengan demikian sudah jelas bahwa yang ingin dicapai dengan pengorganisasian adalah organisasi. Yang dimaksud organisasi adalah suatu bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama, terikat secara formal, dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kalau dianalisa lebih jauh maka hakekat organisasi adalah hubungan. Tanpa hubungan kerja sama komunikasi tidak dapat terjadi dan tanpa komunikasi segalanya tidak dapat terlaksana. Berdasarkan hubungan inilah organisasi di pandang dari dua segi yaitu :
a. Organisasi sebagai wadah, artinya adalah organisasi sebagai tempat dimana kegiatan-kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan.
b. Organisasi sebagai proses artinya organisasi dipandang sebagai proses interaksi antara orang-orang yang menjadi anggota atau terlibat dalam suatu organisasi.

3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan adalah bagian yang tak kalah pentingnya dalam proses manajemen, sebab tanpa pelaksanaan maka perencanaan dan pengorganisasian tidak dapat direalisasikan dalam kenyataan. Untuk lebih memahami apa yang dimaksud pelaksanaan dibawah ini dikemukakan batasan tentang pelaksanaan dari G.R. Terry, dalam bukunya Hardayaningrat (1985: 26) sebagai berikut : “Pergerakan pelaksanaan adalah usaha agar semua anggota kelompok suka melaksanakan tercapainya dengan kesadarannya dan berpedoman pada perencanaan dan usaha pengorganisasiannya”.
Dari rumusan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bagaimanapun sempurnanya perencanaan dan tertibnya organisasi, belum tentunya dapat menjamin bahwa tujuan akan dicapai dengan mudah dan berhasil baik manakala pelaksanaannya kurang baik. Untuk dapat berjalannya suatu pelaksanaan secara baik diperlukan adanya kemampuan menggerakkan orang lain agar mau bekerja baik secara individu maupun secara berkelompok dan bersama-sama dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk menyelesaikan tugasnya dalam pencapaian tujuan sesuai rencana yang telah dirumuskan sebelumnya.
Dengan demikian tujuan daripada pelaksanaan yaitu untuk mendapatkan ketaatan, disiplin dan kesediaan dari orang-orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pedoman yang digariskan. Sedangkan sasaran daripada pelaksanaan adalah upaya berhasil secara efektif dan efisien.
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan sangat diperlukan dalam kegiatan manajemen, lebih-lebih kalau perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan tidak berjalan sempurna. Pengawasan yang kurang dan bahkan tidak berjalan pada akhirnya akan mengalami kegagalan dan kehancuran.
Untuk lebih memahami arti dan pentingnya pengawasan di bawah ini dikemukakan pengertian pengawasan menurut G.R. Terry dalam bukunya Handayaningrat (1985:26), sebagai berikut:
“Pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus disesuaikan yaitu pelaksanaan, penilaian, penekanan, bila perlu melakukan tindakan konektif agar supaya pelaksanaannya tetap sesuai dengan rencana yaitu sesuai dengan standar”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pengawasan itu merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk mengecek, mengetahui dan menilai kenyataan sebenarnya apakah kegiatan berjalan sesuai dengan rencana ?
Sasaran utama dari pengawasan adalah untuk pencegahan dan perbaikan penyelewengan-penyelewengan, kesalahan-kesalahan, perbedaan-perbedaan, ketidak sesuaian, penyimpangan-penyimpangan, penyalahgunaan, kesimpangsiuran dan kelemahan-kelemahan dari suatu pelaksanaan tugas dan wewenang. Sedang tujuan utamanya adalah untuk membuat setiap kegiatan manajemen dinamis dan berhasil secara efektif dan efisien.
5. Penyelenggaraan Manajemen
Dalam mengembangkan tugas dan kewajiban, pemerintah daerah melaksanakan tugas dalam bentuk penyelenggaraan roda pembangunan yang dilaksanakan setiap hari sepanjang tahun oleh seluruh kekuatan yang mengemban fungsi operasional dan penyelenggaraan yang dilaksanakan untuk menanggulangi bentuk komponen pembangunan wilayah kecamatan yang berdasarkan penilaian selektif/prioritas dianggap perlu mendapatkan penanganan secara khusus. (Konsep Pembangunan Lingkungan Bahagian Umum Kabupaten Bone, 1999).
Selanjutnya untuk mencapai hasil guna dan daya guna yang optimal, maka diperlukan berbagai upaya berupa rumusan produk-produk tertulis yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas-tugas operasional diantaranya berupa petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan manajemen operasional (Anonim, 1999).



6. Maksud dan Tujuan Manajemen
a. Maksud
Lingkungan Asisten Bidang Administrasi (1999) bahwa petunjuk pelaksanaan tentang penyelenggaraan manajemen operasional di tingkat kecamatan dimaksudkan untuk merumuskan pedoman dan tuntutan praktis bagi para pimpinan kewilayahan, satuan fungsi maupun pimpinan-pimpinan pelaksana operasional agar mempunyai persepsi dan pola tindak yang sama dalam menyelenggarakan operasional rutin maupun operasi khusus dalam pembangunan dan pengembangan wilayah kecamatan.
b. Tujuan
Menurut tujuan (Anonim, 1999) tujuan dirumuskan petunjuk pelaksanaan tugas-tugas operasional dapat dilaksanakan secara benar dan teratur serta terarah untuk mencapai hasil yang optimal sesuai dengan yang direncanakan.
Berdasarkan dari maksud dan tujuan tersebut di atas, maka dapat diuraikan bahwa sangat pentingnya maksud dan tujuan manajemen operasional adalah untuk perumusan pedoman dan tuntutan praktis dalam suatu wilayah dan pelaksanaan secara teratur dan benar sesuai dengan yang telah diprogramkan sebelumnya.

7. Pengertian Kinerja
Filosofi mengenai kinerja mengandung arti hasil kerja an usaha dari setiap manusia untuk selalu meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya. Kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan kehidupan hari esok tentunya harus lebih baik dari hari ini, adalah juga suatu pandangan yang memberi spirit pada kinerja seseorang. (Munir, 1992: 35)
Oleh karena itu tidak akan ada kinerja jika tidak dirasakan adanya kebutuhan an kepuasan serta ketidakseimbangan tersebut. Rangsangan-rangsangan tersebut diatas, akan menumbuhkan kinerja dan kemudian kinerja yang telah tumbuh dapat menjadi motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan.
Pandangan yang lebih mengandung arti filosofi itu memberi arti dan spirit yang cukup mendalam, dan menginginkan setiap orang yang memahaminya memandang kerja baik secara individu maupun berkelompok dalam suatu organisasi sebagai suatu keutamaan. Mengutamakan bekerja dengan mengacu pada unsur efisiensi dan efektivitas sebenarnya juga sudah merupakan penjabaran secara tennis dari konsep kinerja (Cassio dan Mill, 1986: 71).
Selanjutnya Kopelman (1986:55) secara lebih luas mengartikan kinerja sebagai suatu konsepsi sistem, dimana kinerja berwujud dari hasil ekspresi sebagai rasio yang merefleksikan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada secara efisien untuk menghasilkan luaran. Konsepsi ini bersifat kontekstual, sehingga dapat diterapkan pada berbagai kondisi baik pada suatu organisasi, industri atau pada perekonomian secara tradisional.
Sekalipun konsep kinerja telah dapat dituangkan dalam bentuk penjelasan seperti diuraikan di atas, dan bahkan dapat diartikan sebagai ukuran sampai sejauhmana sumber daya yang ada disertakan dan dipadukan dalam organisasi untuk menghasilkan kerja yang maksimal, namun konsep tersebut itu sendiri sesungguhnya masih mempunyai cakupan berbagai ide serta memerlukan analisis struktural yang komprehensif. Dengan begitu, konsep kinerja yang menekankan pentingnya efisiensi dan efektivitas dalam setiap usaha, hendaknya dapat dimuarakan bagi kepentingan manusia dalam proses harmonisasi peradaban budayanya.

B. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai dua segi pengertian yaitu pengertian menurut bahasa (etimologi) dan yang satunya menurut istilah (terminologi), yang masing-masing pengertiannya adalah:


a. Pengertian menurut bahasa (Etimologi)
Kepemimpinan menurut kata dasarnya adalah “pemimpin yang berarti bimbingan atau tuntun” yaitu 1) mempunyai awalan “ke” sehingga berubah menjadi kata kerja “memimpin” yang berarti membimbing atau menuntun”, 2) mengarahkan yang selanjutnya berubah menjadi kata benda yaitu pemimpin yang artinya orang yang membimbing atau menuntun”, 3) orang yang mengarahkan. S. Pamudji (1992:5)
Pengertian tersebut di atas, menunjukkan bahwa kalau kita berbicara tentang kepemimpinan, maka dalam hal ini terdapat dua pihak yang saling berhadapan yaitu yang memberikan bimbingan dan pihak yang dibimbing.
Kepemimpinan dari seorang pemimpin, adalah merupakan faktor utama dalam menentukan hidup dan berlangsungnya suatu organisasi serta berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu organisasi terletak pada kemampuan seorang pemimpin di dalam mengendalikannya.
Kepemimpinan adalah merupakan cabang dari ilmu administrasi, sedangkan administrasi merupakan cabang dari ilmu sosial. Untuk itu, maka kepemimpinan adalah ilmu terapan dari ilmu sosial. (Siagian, 1994: 6).
Berdasarkan uraian di atas, yaitu menggambarkan proses kerja daripada administrasi. Dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan bersama di dalam suatu kelompok masyarakat ataupun organisasi, maka dibutuhkan kepemimpinan seorang pemimpin untuk mendorong atau memberikan motivasi yang kuat terhadap anggota-anggotanya dalam rangka mencapai tujuan bersama tersebut.
Pengertian kepemimpinan secara umum, menunjukkan proses kegiatan seseorang di dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengontrol pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain. (Moekijat, 1982: 291).
Pengertian-pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, maka dapat lebih dijelaskan bahwa kepemimpinan adalah merupakan kontrak sosial dimana kelompok masyarakat yang bersangkutan secara tidak langsung mengikat diri pada seorang pemimpin untuk mendapatkan perlindungan dengan mengikuti kemauan kehendak didalam menyelenggarakan suatu proses administrasi demi tercapainya suatu tujuan bersama yang direncanakan sebelumnya.
b. Pengertian menurut istilah (Terminologi)
Pamoedji (1992: 6) istilah management dan Leadership, kedua-duanya mempunyai arti kepemimpinan, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan suatu aktivitas organisasi atau kelompok orang yang melaksanakan suatu aktivitas secara bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan sampai tujuan tersebut terwujud dalam kenyataan.
Dalam istilah kepemimpinan lebih ditekankan kepada kemampuan atau kesanggupan pemimpin menggunakan sumber-sumber yang ada pada dirinya untuk menggerakkan orang atau sekelompok orang dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan yang orientasinya diarahkan kepada pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan manajemen lebih menekankan kepada wewenang, sistem dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Istilah tersebut di atas, maka istilah kepemimpinan adalah merupakan suatu kemampuan atau kesanggupan bagi seseorang yang memiliki status tersebut untuk mengendalikan suatu organisasi tentu dengan penyelenggaraan dan pelaksana sebagai aktivitas kerjasama dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan.
Kartini (1985: 51) kepemimpinan seseorang di dalam berbagai bentuk organisasi, dapat dibagi dalam beberapa tipe kepemimpinan yaitu :
1) Tipe kepemimpinan demokratis, yaitu memberikan bimbingan yang efisien terhadap para pengikutnya atau bawahannya dan dalam proses menggerakkan bawahan sangat efektif menitik beratkan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, dengan demikian masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menyelenggarakan tugasnya sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Pemimpin pada tipe ini sangat efektif berusaha melakukan singkronisasi kepentingan dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah direncanakan dan tujuan serta kepentingan pribadi dan bawahannya. Dalam proses menggerakkan bawahan sangat efektif berusaha mengutamakan kerjasama satuan kerja dalam organisasi yang dipimpinnya sehingga terdapat suatu mekanisme kerja secara efisien dan memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk mengembangkan kreatifitasnya dalam menyelenggarakan tugasnya sebagai usaha agar bawahannya dapat lebih sukses dari pada dirinya.
2) Tipe kepemimpinan administratif, yaitu kepemimpinan yang mempunyai kemampuan menyelenggarakan administrasi dalam suatu organisasi secara aktif. Pemimpin pada tipe ini, mempunyai kepribadian yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi pembangunan dan diharapkan adanya perkembangan teknis kepemimpinan dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien. Pemimpin pada tipe ini mempunyai sistem administratif yang bersifat birokrasi yang efisien untuk memerintah, terutama untuk memantapkan integritas kelompok masyarakat yang dipimpin dan usaha-usaha pembangunan pada umumnya.
3) Tipe kepemimpinan polulistik, yaitu suatu kepemimpinan yang mampu membangun atau membangkitkan solidaritas sekelompok orang sebagai pengikut atau bawahan dalam suatu organisasi tertentu. Pemimpin dalam tipe ini lebih menekankan kepada kesatuan nasional dan sikap yang berhati-hati, penindasan dan penghisapan serta penguasaan kekuatan asing berpegang teguh kepada nilai-nilai masyarakat yang tradisional dan dikaitkan dengan nilai-nilai modernitas untuk menggerakkan pengikutnya demi tercapainya tujuan yang telah direncanakan.
4) Tipe kepemimpinan laisser faire, yaitu pemimpin yang bukan pemimpin, maksudnya pemimpin yang dalam tipe ini hanya merupakan simbol karena tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahannya. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, semua pelaksanaan pekerjaan dan pertanggungjawaban dilakukan oleh bawahan.
5) Tipe kepemimpinan otokratis, yaitu pemimpin yang pada dasarnya sangat efektif berperan sebagai pemain tunggal dan tidak menginginkan adanya kompromi dari pihak bawahannya. Ciri khas pemimpin yang didasarkan pada perintah-perintah dan paksaan serta tindakan-tindakan yang bersifat arbitrasi dengan pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Pada prinsipnya, pemimpin seperti ini menentukan kebijaksanaan untuk semua pihak, tanpa konsultasi dengan bawahan dan tidak efektif memberikan informasi secara mendetail tentang rencana kerja yang akan datang. Jelasnya seluruh kekuatan kewenangan berpusat pada pemimpin yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh bawahan sebagai suatu konstitusi organisasi yang dipimpinnya. Dengan demikian kepemimpinan otoriter sangat efektif cenderung menganggap organisasi itu adalah miliknya, sehingga tujuan yang akan dicapai oleh organisasi yang dipimpinnya harus sesuai dengan tujuan pribadi pemimpin.
6) Tipe kepemimpinan militeristis, yaitu seorang pemimpin yang menonjolkan sistem perintah atau komando terhadap pengikutnya atau bawahannya, sehingga hubungan antara pemimpin dengan sekelompok orang yang dipimpinnya terdapat hubungan yang kaku dan keras. Juga pemimpin pada tipe ini menghendaki disiplin dan kepatuhan yang mutlak serta komunikasi hanya berlangsung searah dan tidak menghendaki adanya saran-saran serta kritikan dari bawahannya.
7) Tipe kepemimpinan paternalistis/maternalistis yaitu seorang pemimpin yang menganggap sekelompok orang yang dipimpin atau bawahannya orang yang belum dewasa. Pemimpin seperti ini bersikap terlalu melindungi bawahan atau pengikutnya dan kurang memberikan kesempatan kepada pengikutnya atau bawahannya untuk mengembangkan bakat serta kreatifitasnya dalam pelaksanaan tugasnya. Juga sangat efektif bersikap maha tahu dan maha benar dalam segala tindakan yang diambilnya.
8) Tipe kepemimpinan kharismatis yaitu pemimpin yang mempunyai daya tarik yang luar biasa dalam menggerakkan sekelompok orang sehingga mempunyai pengikut yang cukup besar. Karena terbatasnya pengetahuan mengenai sebab-sebab seseorang yang menjadi pemimpin yang kharismatis mempunyai pengaruh dan pengikut yang cukup besar, sehingga dianggap mempunyai kekuatan gaib yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.


C. Pengambilan Keputusan Strategik
Telah umum diketahui bahwa setiap orang menduduki jabatan manajerial mau tidak mau harus terlibat dalam pengambilan keputusan. Hanya bentuk dan sifatnya yang berbeda tergantung pada tingkat jabatan manajerial yang bersangkutan. Siagian (2002: 71) berpendapat bahwa terdapat tiga jenis keputusan yang diambil dalam satu organisasi yaitu keputusan strategik, keputusan teknis dan keputusan operasional. Semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang, dia semakin banyak terlibat dalam pengambilan keputusan strategik, pada tingkat manajerial madya sifat keputusan yang diambil adalah yang bersifat teknis, sedangkan pada jenjang manajerial rendah, kebanyakan keputusan yang diambil adalah keputusan operasional.

Bagan I
Jenis dan Tingkat Keputusan

K.S K.O
K.T

K.O

K.T

K.O




Keterangan:
M.P : Manajer Puncak
M.M : Manajer Madya
M.R : Manajer Rendah
K.S : Keputusan Stratejik
K.T : Keputusan Teknis
K.O : Keputusan Operasional

Bagian tersebut menunjukkan bahwa di samping keharusan seorang pimpinan puncak mengerahkan tenaga, kemampuan dan waktunya untuk mengambil berbagai keputusan strategik, ia tetap mengambil keputusan-keputusan operasional, meskipun jumlahnya sedikit. Sebaiknya para manajer yang menduduki jabatan manajerial yang paling rendah pun mengambil keputusan yang bersifat teknis meskipun sebagian besar keputusan yang diambilnya bersifat operasional.
Satu keputusan dapat dikatakan keputusan strategik apabila :
1. Menyangkut hal-hal yang sifatnya mendasar
2. Dirumuskan secara garis besar
3. Jangka waktunya biasanya panjang
4. Cakupan menyeluruh
5. Dampaknya kuat bagi seluruh komponen organisasi
Memperhatikan ciri-ciri keputusan strategik tersebut jelas terlihat bahwa suatu keputusan strategi perlu dan harus dijabarkan atau dirinci. Cara penjabaran atau perinciannya adalah dengan mengambil keputusan-keputusan yang bersifat teknis dan dilakukan oleh para pimpinan yang menduduki jabatan pimpinan tingkat menengah atau madya.
Berbeda dengan keputusan yang bersifat strategik, keputusan yang bersifat teknis biasanya memiliki ciri-ciri :
1. Menggambarkan secara jelas hal-hal yang akan dilakukan dan sejauh mungkin mengkuantifikasikannya
2. Rumusannya lebih mendetail
3. Jangkauan waktunya adalah jangka menengah
4. Cakupannya parsial dalam arti hanya menyangkut bagian-bagian tertentu dari organisasi, atau dengan kata lain bersifat departemental atau incremental.
5. Dampaknya yang kuat hanya dirasakan secara langsung oleh satuan kerja tertentu.
Rangkaian keputusan teknis biasanya masih harus lebih dijabarkan atau dirinci lagi dalam bentuk berbagai keputusan operasional yang diambil oleh para pimpinan tingkat rendah. Berarti suatu keputusan teknis sudah harus memberikan petunjuk yang jelas dan mudah dipahami oleh para pelaksana, sehingga keputusan itu benar-benar dapat digunakan oleh para tenaga pelaksana sebagai dasar menyelenggarakan semua kegiatan operasional yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Ciri-ciri keputusan operasional, antara lain adalah :
1. Bersifat spesifik
2. Perumusan yang mendetail dan dinyatakan dalam bahasa yang sederhana.
3. Jangkauan waktunya pendek.
4. Pendekatannya bersifat atomik dalam arti hanya menyangkut satu jenis kegiatan operasional saja.
5. Dampaknya pun hanya terasa secara mikro.
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa jumlah keputusan akan semakin banyak pada tingkat manajer rendah, dan paling sedikit pada tingkat manajemen puncak. Dengan demikian berarti bahwa apa yang dilakukan oleh para tenaga pelaksana adalah hal-hal yang merupakan bagian dari keputusan teknis yang merupakan bagian dari keputusan strategik.

D. Langkah-langkah dalam Manajemen Strategik
Perencanaan dipandang sebagai pengambilan keputusan dan menggunakan pemecahan masalah sebagai salah satu tekniknya, dapat dikatakan bahwa perencanaan merupakan usaha sadar dan sistematik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapi oleh suatu organisasi untuk satu kurun waktu tertentu di masa yang akan datang. Dengan demikian, pemecahan masalah sebagai teknik pengambilan keputusan relevan dan penting untuk diketahui dan digunakan karena pengalaman banyak orang telah menunjukkan keampuhannya.
Wasistiono (2003: 73) berpendapat bahwa pemecahan masalah sebagai teknik pengambilan keputusan pada dasarnya mengambil tujuh langkah secara berturut. Langkah-langkah itu ialah :
1. Mendefinisikan hakikat permasalahan yang harus dipecahkan, mempunyai arti sangat penting dengan paling sedikit tiga pertimbangan :
a. Dengan definisi yang tepat akan dikenali dan diketahui hakikat masalah tersebut. Pemahaman yang tepat tentang hakikat masalah sangat fundamental karena tergantung pada persepsi tentang hakikat masalah itulah yang kemudian menentukan langkah-langkah pemecahan selanjutnya.
b. Dengan definisi permasalahan yang tepat, usaha pemecahannya akan bersifat mendasar dan tidak hanya terbatas pada mengatasi gejalanya saja.
c. Diagnosa yang tepat tentang permasalahan yang dihadapi akan memungkinkan penentuan terapi terhadap faktor-faktor penyebab timbulnya masalah yang pada gilirannya akan berakibat pada teratasinya masalah tersebut secara tuntas.
Singkatnya pendefinisian permasalahan akan mempermudah pemecahannya. Tetaplah ungkapkan yang mengatakan bahwa suatu masalah yang telah didefinisikan dengan baik dan tepat sesungguhnya sudah separuh terpecahkan. Kebenaran ungkapan tersebut didukung oleh berbagai penelitian pada ilmuwan dan pengalaman banyak praktisi yang sukses.
2. Pengumpulan data analisisnya. Pemecahan suatu masalah merupakan kegiatan intelektual yang menuntut daya kognitif dan daya nalar yang tinggi. Dasar bertindak bukanlah asumsi, keinginan atau kesan, melainkan informasi. Oleh karena itu pengumpulan data dan analisisnya yang pada gilirannya menghasilkan informasi dipandang sebagai suatu langkah penting dalam proses pengambilan keputusan. Seperti diketahui informasi adalah data yang sudah terolah secara sistematik. Berarti bahwa dalam usaha pengumpulan bahan dalam menentukan langkah-langkah pemecahan masalah yang hendak diambil, hendaknya seorang pimpinan selaku perencana dan juga para pembantu yang ditunjuknya menyusun rencana tidak terpukau pada data karena sesungguhnya data tidak mempunyai nilai intrinsik dalam proses pengambilan keputusan. Data hanya merupakan bahan baku yang masih perlu diolah sehingga berubah bentuknya menjadi informasi.
3. Penentuan Alternatif. Salah satu pertanyaan yang sering diajukan dalam mengambil langkah-langkah pengambilan keputusan adalah : “apakah dalam pemecahan suatu masalah selalu harus tersedia berbagai macam alternatif?” Tampaknya terdapat tiga kubu pandangan mengenai hal ini. Disatu pihak ada yang berpendapat bahwa untuk pengambilan keputusan yang baik harus dicari, ditemukan dan digunakan sebagai alternatif. Di pihak lain ada yang berpendapat bahwa pencairan, penemuan dan penggunaan berbagai alternatif bukanlah hal yang mutlak karena tidak mustahil bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu, hanya terbuka satu kemungkinan bahwa “tidak ada keputusan merupakan keputusan juga”.
Terlepas dari adanya tiga kubu pendapat tersebut yang dalam kehidupan manajerial sama-sama mempunyai penganut melalui pendekatan ilmiah memberikan petunjuk bahwa pemecahan suatu masalah akan lebih mantap apabila didasarkan pada analisis berbagai alternatif dari cara-cara pemecahan yang mungkin ditempuh. Yang belum terjawab adalah tentang jumlah alternatif yang seyogyanya dicari dan analisis serta dipertimbangkan untuk digunakan. Pentingnya tersedianya berbagai alternatif yang telah dianalisis dengan baik terlihat pada kenyataan bahwa setiap permasalahan sesungguhnya bersifat unik dan faktor penyebabnya pun bersifat khas.
4. Analisis Alternatif. Merupakan kenyataan bahwa setiap alternatif mempunyai kelebihan disamping berbagai kekurangan. Tidak ada alternatif yang sempurna. Untuk itulah analisis yang matang mutlak perlu dilakukan. Maksudnya ialah untuk mengetahui dengan tepat kelebihan dan kekurangan setiap alternatif. Sasarannya ialah untuk pada akhirnya memilih alternatif yang dianggap mempunyai kelebihan ketimbang kekurangannya. Dewasa ini tidak sukar menemukan dan menggunakan berbagai alat analisis yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan. Seorang pengambil keputusan tinggal memilih alat mana yang paling cocok untuk keperluannya.
5. Pemilihan salah satu alternatif. Keputusan memilih satu dari sekian banyak alternatif yang diidentifikasikan dan dipertimbangkan bukannya tanpa resiko. Artinya, betapapun cermatnya analisis terhadap berbagai alternatif dilakukan untuk menemukan kelebihan dan kekurangannya yang pada akhirnya bermuara pada jatuhnya pilihan pada salah satu alternatif itu, tetapi tidak ada jaminan bahwa alternatif terpilih itulah yang terbaik. Oleh karena itu biasanya sudah dianggap memadai apabila menentukan pilihan, pengambilan keputusan sudah didasarkan pada keyakinan, berdasarkan pengetahuan, informasi yang dimiliki dan pengalaman masa lalu, bahwa alternatif terpilih tampaknya merupakan pilihan terbaik.
Hubungan tersebut diatas menunjukkan bahwa pengambilan keputusan selalu mengandung resiko ketidaktepatan dengan berbagai alasan penyebabnya. Satu alternatif mungkin saja diyakini sebagai alternatif terbaik untuk ditempuh pada waktu keputusan diambil. Tetapi hal yang tidak mungkin diperhitungkan sebelumnya sehingga alternatif itu kemudian terbukti sebagai alternatif yang tidak tepat. Inipun merupakan resiko yang harus dihadapi.
6. Pelaksanaan alternatif tertentu dipilih untuk dilaksanakan karena diperkirakan atau diperhitungkan akan mendekatkan organisasi kepada tujuan yang ingin dicapai. Seperti telah dikatakan di muka alternatif tertentu dipilih karena menurut analisis yang dilakukan ia memiliki ciri-ciri kelebihan yang lebih banyak dari kekurangan.
Memberikan perhatian pada pelaksanaan sangat penting karena sesungguhnya melalui pelaksanaan ketepatan sesuatu keputusan diuji. Artinya, mungkin saja proses pengambilan keputusan berlangsung dengan mulus sehingga diperoleh suatu rencana yang di atas kertas tampaknya sangat meyakinkan. Tetapi kalau nilainya hanya terbatas, sesungguhnya hal itu tidak berarti apa-apa kecuali benar-benar merupakan dasar kerja yang dapat diandalkan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi manajerial lainnya.
Pentingnya memberikan perhatian pada pelaksanaan terlihat para tuntutan terhadap organisasi untuk bekerja dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang setinggi mungkin. Artinya keputusan yang diambil dalam hal ini dalam bentuk rencana harus mendorong pemanfaatan segala sumber daya, dana, tenaga dan waktu sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang optimal. Secara sederhana konsep tersebut digambarkan oleh bagan di bawah ini:

Bagan II
Model Masukan - Keluaran




Orientasi efisiensi dalam pelaksanaan berbagai kegiatan suatu organisasi pada dasarnya berarti bahwa “input” yang dimiliki oleh organisasi digunakan sesedikit mungkin untuk menghasilkan “output” tertentu. Bekerja dengan efisien berarti berusaha untuk tidak menggunakan semua “input” yang tersedia. Pada waktu yang bersamaan, orientasi efektivitas juga perlu ditumbuh kembangkan. Pada dasarnya orientasi efektivitas berarti bahwa dengan pemanfaatan “input” tertentu yang belum tentu berarti seminimal mungkin, sasaran yang telah ditetapkan benar-benar tercapai tepat pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, Berarti orientasi efektivitas menggambarkan tiga hal yaitu : “input” tertentu, tercapainya sasaran yang telah ditentukan, dan ketepatan waktu.






E. Kerangka Konseptual

Memberikan kerangka konseptual mengenai pelaksanaan manajemen strategik kepemimpinan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dapat dituangkan dalam skema berikut ini:

















F. Definisi Operasional
Menghindari adanya perbedaan penafsiran menyimak dengan apa yang dimaksudkan penulis, maka variabel-variabel tersebut didefinisikan secara operasional sebagai berikut:
1. Aplikasi manajemen strategik adalah pelaksanaan serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran di bawahnya dalam rangka pencapaian pengambilan keputusan tersebut.
2. Kapabilitas Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone adalah kapasitas Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone pengambilan keputusan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah direncanakan dan secara konsistensi melaksanakannya.
a. Strategik struktur adalah langkah pendayagunaan semua person dalam meningkatkan kinerjanya berdasarkan keahlian dan tugas masing-masing bagian dan seksi di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
b. Sumber daya organisasi adalah semua bentuk sumber daya yang ada di dalam Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone baik sumber daya manusia maupun sumber daya sarana dan prasarana yang dimanfaatkan secara efisien dan efektif dalam meningkatkan produktivitas kerja Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
c. Interkoneksitas lembaga adalah kemampuan lembaga melakukan koordinasi secara terpadu dari semua bagian dan seksi pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone sehingga tidak terjadi tumpang tindih atas pengambilan keputusan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak.
3. Performansi kelembagaan adalah rangkaian hasil manajemen strategik sesuai dengan pengambilan keputusan dan mendapatkan tingkat produktifitas yang tinggi sehingga pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Bone memiliki nilai yang signifikan.














BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 02 tahun 2008 tentang pembentukan organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bone, Bagian umum Setda Kabupaten Bone mempunyai struktur organisasi sebagai berikut.














B. Tugas Pokok dan Fungsi
Rincian tugas pokok dan fungsi Bagian umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone adalah :
1. Sub. Bagian Tata Usaha dan Santel mempunyai tugas :
a. Melakukan urusan tata usaha pimpinan dan pelayanan tata usaha di Sekretariat Daerah
b. Membina kearsipan pada Sekretariat Daerah
c. Melayani kebutuhan alat tulis serta melakukan kebutuhan penggandaan pada Sekretariat Daerah
d. Melakukan pengiriman dan penerimaan berita sandi dan telekomunikasi
e. Membina dan memelihara alat-alat sandi dan telekomunikasi
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan
2. Sub Bagian Rumah Tangga dan Protokol mempunyai Tugas :
a. Menyiapkan acara penyelenggaraan upacara-upacara pelantikan,rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan dinas lainnya
b. Menyiapkan rencana penerimaan tamu-tamu daerah, menyiapkan tanda kenang-kenangan yang diperlukan serta pengaturan pengaman tamu daerah
c. Mengatur persiapan rapat,pertemuan/resepsi, upacara yang memerlukan layanan yang bersifat protokoler
d. Melakukan persiapan yang berhubungan dengan perjalanan dinas Bupati,wakil Bupati dan pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Bupati Bone:
e. Menyiapkan upacara dan melakukan kerjasama dengan instansi lain dibidang keprotokoleran
f. Mengurus dan memelihara kebersihan kantor,ruang kantor,ruangan lainnya serta fasilitas kantor lainnya, penataan halaman dan taman di lingkungan kantor Bupati, rumah jabatan dan rumah dinas lainnya.
g. Melakukan pengaturan penjagaan kantor,rumah jabatan dan rumah dinas lainnya dengan koordinasi kepala kantor satuan polisi pamong praja.
3. Sub Bagian Penghubung Mempunyai Tugas :
a. Melakukan administrasi dan penatausahaan barang pada Mess Pemkab. Bone ;
b. Melaksanakan pemeliharaan kendaraan dinas,gedung,ruangan beserta peralatan kerja/kelengkapan lainnya yang ada di dalamnya:
c. Melakukan pemeliharaan / penataan halaman / pekarangan pada Mess Pemkab. Bone :
d. Memelihara kebersihan kamar dan halaman / pekarangan pada Mess Pemkab. Bone :
e. Mengurus akomodasi pejabat pemerintah kabupaten Bone dan staf yang melakukan perjalanan dinas ke Jakarta.
f. Mengurus transportasi pejabat Pemerintah kabupaten Bone dan staf yang melakukan perjalanan dinas ke Jakarta.
g. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Manajemen Strategik Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone
Uraian pembahasan penelitian ini akan menyajikan deskriptif tentang aplikasi manajemen Strategik Bagian Umum terutama dalam strategik struktur, sumber daya organisasi dan interkoneksitas lembaga dalam lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
1. Strategik Struktur
Upaya Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dalam menjalankan strategik dan tipologi struktur organisasi telah dimaksudkan untuk mempermudah jalannya koordinasi antara berbagai satuan kerja di lingkungannya dan sebagai alat untuk mengawasi atau mengendalikan serta sebagai bahan pertimbangan dalam a) kompleksitas berbagai aktivitas pegawai yang harus dilakukan, b) tingkat formulasi yang akan diberlakukan, dan c) budaya organisasi dalam pelembagaan strategik. (hasil wawancara : 15 September 2010)
a. Perihal Kompleksitas Struktur Organisasi
Dilingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone terdapat berbagai kegiatan yang perlu dan mendesak dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran jangka panjang, menengah dan jangka pendek serta dalam mengemban misi dan pelaksanaannya, maka langkah strategik yang diambil oleh Bagian Umum dalam tipologi struktur organisasi yang dianut di lingkungan kerjanya adalah perihal formalisasi (menghasilkan keluaran yang seragam dan konsisten).
Melengkapi langkah strategik Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dalam strategik struktur organisasi yang dianutnya, maka dapat diuraikan tanggapan responden melalui tabel berikut.

Tabel 4.1 Tanggapan Responden terhadap Kompleksitas Berbagai Kegiatan yang perlu dilaksanakan

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Tepat 15 24,19
2. Tepat 5 8,06
3. Kurang Tepat 30 48,38
4. Tidak Tepat 11 17,74
62 100,00
Sumber : Hasil Olahan Angket, September 2010



Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa kompleksitas pekerjaan yang perlu dilaksanakan termasuk dalam kategori kurang tepat karena terdapat 48,38% responden yang menyatakan hal tersebut dan disebabkan oleh terjadinya distorsi dalam komunikasi antar bagian kerja salah satu diantaranya adalah jika informasi atau daya yang akan disajikan dari bahwa ke manajemen puncak harus melewati semua bagian-bagian di lingkungan Bagian Umum.
Responden yang menyatakan tidak tepat sebesar 17,74%, hal tersebut diungkapkan karena pada dasarnya pengawasan kerja yang dilakukan bukanlah pengawasan secara langsung sehingga terkadang hasil operasionalisasi kerja kurang tepat dari perencanaan semula.
Responden yang menyatakan sangat tepat sebesar 24,19%, karena dengan adanya lapisan-lapisan dalam melaporkan informasi atau data-data yang telah disusun akan lebih mempermudah melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pegawai dari semua bagian, dan sangat mudah dilakukan koordinasi terhadap bagian-bagian yang ada.
Responden yang menyatakan tepat sebesar 8,06%, karena langkah tersebut adalah langkah yang strategis, yaitu di sisi lain pegawai diajak untuk disiplin dan mampu melaksanakan setiap aturan-aturan yang ada dalam organisasi.
b. Tingkat Formalisasi yang Berlaku
Tingkat formalisasi yang berlaku maksudnya adalah untuk melihat perkembangan tingkat produktivitas pegawai dalam pelaksanaan tugasnya berdasarkan program-program pada bagian kerja masing-masing.

Tabel 4.2 Tanggapan Responden Terhadap Tipologi Struktur Formalisasi di lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kab. Bone

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
4. Sangat Tepat
Tepat Kurang
Tepat
Tidak Tepat 21
20
20
1 33,87
32,25
32,25
1,63
Jumlah 62 100,00
Sumber : Hasil Olahan Angket, September 2010

Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa tipologi struktur formalisasi di lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone termasuk kategori sangat tepat karena terdapat 33,87% yang menyatakan hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan yang matang dari pimpinan baik ditinjau dari job kerja masing-masing bagian maupun adanya perencanaan kerja dari masing-masing bagian sehingga dalam hal ini Bagian Umum dalam mengambil keputusan sangat mudah dilakukan. Misalnya para kepala bagian dan sub bagian yang ada dibatasi dalam mengambil keputusan yaitu hanya secara teknis (prosedur kerja) dan operasional (penyelesaian pekerjaan secara tepat waktu), dan apabila kedua keputusan tersebut mengalami hambatan yang berarti, maka Bagian Umum secara langsung mengambil tindakan yang strategis yaitu dengan mengadakan rapat secara tertutup di lingkungan kerjanya dan langsung memberikan arahan yang jelas kepada bawahannya.
Responden yang menyatakan kurang tepat dan tidak tepat. itu dikarenakan adanya indikasi bahwa tipe formalisasi sifatnya monoton dalam artian bahwa pegawai diharapkan menangani berbagai masukan dengan cara yang sama dan menghasilkan keluarga yang seragam.
c. Budaya Organisasi dalam Pelembagaan Organisasi
Pemahaman budaya Organisasi mutlak sifatnya karena melalui pemahaman itulah setiap pegawai yang ada dilingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone melakukan berbagai bentuk dan jenis penyesuaian sehingga pegawai yang ada menampilkan perilaku yang menggambarkan sistem nilai, keyakinan dan etos kerja. Untuk lebih memperjelas hal tersebut diatas, maka dapat diuraikan melalui tanggapan responden pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Tanggapan Responden Terhadap Budaya Organisasi dalam Pelembagaan Strategik di Lingkungan Bagian Umum Sekertaria Daerah Kabupaten Bone.

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Sesuai 28 45,16
2. Sesuai 4 6,45
3. Kurang Sesuai 30 48,38
4. Tidak Sesuai - -
62 100,00
Sumber : Hasil Olahan Angket, September 2010

Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa budaya organisasi dalam pelembagaan strategik di lingkungan Bagian Umum Sekda Kabupaten Bone termasuk kategori kurang tepat karena terdapat 48,38% yang menyatakan hal tersebut dikarenakan pemahaman pegawai terhadap kultur organisasi dalam pelembagaan strategik pada dasarnya tidak diketahui secara keseluruhan dalam artian bahwa Bagian Umum dan kepala bagian yang mengetahui persis arah keputusan atau kebijakan yang diterapkannya sementara pegawai tidak menyadari akan arah keputusan tersebut.
Responden yang menyatakan sangat sesuai sebesar 45,16% karena kultur organisasi mendorong para pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan organisasi sebagai keseluruhan, bukan dengan satuan kerja dimana seorang pegawai bertugas dan juga tidak dengan bidangnya, melainkan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing pegawai dan diposisikan sebagaimana mestinya sesuai dengan prestasi kerja yang diperolehnya.
Responden yang menyatakan sesuai, itu dikarenakan terlihat dengan jelas bentuk dan sifat pengendalian yang digunakan oleh Bagian Umum untuk mengarahkan dan mengawasi tindak tanduk para bawahannya melalui berbagai ketentuan dan peraturan yang sifatnya normatif.
2. Sumber Daya Organisasi
Sumber daya organisasi dalam pembahasan ini dimaksudkan sesuai dengan kenyataan yang ditemukan melalui penetapan penyelenggaraan fungsi organik perencanaan yang dilaksanakan oleh keseluruhan pegawai yang ada di lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone. Hal-hal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah : a) kualitas dan kuantitas, dan b) sarana dan prasarana.
a. Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia
Dewasa ini di lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone yang membidangi pengadministrasian, telah diuraikan sebelumnya bahwa jumlah personil yang ada sebanyak 62 orang yang terbagi atas beberapa bagian. Jumlah tersebut merupakan angka yang cukup signifikan. Berangkat dari pandangan demikian, manajemen di lingkungan Bagian Umum tampaknya semakin serius dalam menangani hal-hal pemerintahan di daerah khususnya di Kabupaten Bone tidak lain untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat sebagai tenaga pelayan. Besarnya jumlah personil belum cukup bila tidak dibarengi dengan kualitas pegawai secara keseluruhan misalnya peningkatan pengetahuan pegawai melalui pendidikan dan pelatihan, mengikutsertakan pegawai untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan lain-lain sebagainya. Hal tersebut diupayakan agar setiap pengambilan keputusan strategis yang diambil oleh pihak pimpinan dapat dengan mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pihak bawahannya. Melengkapi uraian tersebut, maka penulis dapat menyajikan tanggapan responden atas kebijakan tersebut di atas melalui tabel berikut.


Tabel 4.4 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia di Lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat sesuai 10 16,12
2. Sesuai 2 3,22
3. Kurang sesuai 41 66,12
4. Tidak sesuai 9 14,51
62 100,00
Sumber : Hasil Olahan Angket, September 2010
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas pegawai di lingkungan Bagian Umum Sekda Kabupaten Bone termasuk kategori kurang sesuai yaitu terdapat 48,38%. Hal tersebut dikarenakan komposisi pegawai pada tingkat pendidikan masih rata-rata berpendidikan SMA, sementara yang berpendidikan tinggi hanya berkisar 14 orang dari 62 orang pegawai yang ada. Kemudian dilihat dari rekapitulasi pegawai berdasarkan diklat masih relatif kecil yaitu hanya 17 orang yang pernah mengikuti Diklat.
Responden yang menyatakan sangat sesuai sebesar 16,12%, karena adanya kebijaksanaan organisasi untuk mengutus personilnya untuk mengikuti jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi, kemudian adanya bantuan manajemen dalam merencanakan dan mengembangkan karier, dan adanya penempatan yang sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan melalui keikutsertaan dalam pendidikan dan latihan.
Responden yang menyatakan sesuai sebesar 3,22%, karena adanya para pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan organisasi sebagai keseluruhan, bukan dengan satuan kerja dimana seorang pegawai bertugas dan juga tidak dengan bidangnya, melainkan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing pegawai dan diposisikan sebagaimana mestinya sesuai dengan prestasi kerja yang diperolehnya.
Responden yang menyatakan kurang sesuai 66.12%. Hal tersebut diungkapkan karena walaupun masih kurangnya pegawai yang mengikuti pendidikan lebih tinggi dan mengikuti Diklat. Akan tetapi pegawai yang telah menempuh pendidikan tersebut, secara langsung memberikan petunjuk kepada pegawai lain tentang pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya setelah mengikuti pendidikan.
Responden yang menyatakan tidak sesuai karena masih terdapatnya pegawai yang kurang disiplin atas masalah ketepatan waktu baik datang ke kantor maupun pada penyelesaian pekerjaan di kantor.


b. Sarana dan Prasana
Kelengkapan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat dibutuhkan oleh setiap instansi, jika kurang lengkap atas sarana dan prasarana tersebut, maka proses kerja akan ikut terhambat. Kaitannya dengan proses manajemen strategi di lingkungan Bagian Umum sangat berpengaruh yaitu tanpa adanya kelengkapan sarana perkantoran akan sangat menghambat dan bahkan terkesan lamban atas kinerja pegawai sehingga menimbulkan produktivitas akan semakin menurun pula. Melengkapi uraian tersebut, maka penulis dapat menyajikan tanggapan responden atas kebijakan tersebut di atas melalui tabel berikut.

Tabel 4.5 Tanggapan Responden Terhadap Sarana dan Prasarana di Lingkungan Bagian Umum Sekertariat daerah Kabupaten Bone

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat lengkap 5 8,06
2. Lengkap 2 3,22
3. Kurang lengkap 50 80,64
4. Tidak lengkap 5 8,06
62 100,00
Sumber : Hasil Olahan Angket, September 2010

Sarana dan prasarana yang dimiliki di lingkungan Bagian Umum dalam melaksanakan tugas keseharian belum memadai. Berdasarkan pengamatan penulis, diketahui bahwa hanya memiliki 2 unit komputer yang dipakai untuk menunjang pelaksanaan tugas. Selain dari pada itu dalam upaya memperlancar informasi ke unit instansi atau sebaliknya, belum memiliki komputer secara on-line akibatnya penyaluran data selalu terlambat.
3. Interkoneksitas Lembaga
Interkoneksitas lembaga dimaksud dalam penulisan ini adalah kemampuan lembaga melakukan koordinasi secara terpadu dari semua bagian dan sub bagian di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone sehingga tidak terjadi tumpang tindih atas pengambilan keputusan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak.
a. Mengidentifikasi keterkaitan an kepentingan instansi
Aspek keterkaitan dan kepentingan dari yang direncanakan oleh instansi merupakan salah satu aspek yang menjadi tujuan koordinasi perencanaan.
Mengidentifikasi keterkaitan dan kepentingan instansi diharapkan dapat menemukan sebanyak mungkin faktor yang saling terkait dari rencana program instansi, sehingga memberikan sinergi pada rencana administrasi perkantoran dan pengambilan keputusan.
Beberapa hal yang diidentifikasi meliputi keterkaitan fungsional, keterkaitan formal, keterkaitan struktural, keterkaitan material, keterkaitan operasional. Keterkaitan fungsional adalah keterkaitan antara beberapa kegiatan dan fungsi setiap tahap perencanaan. Keterkaitan formal yaitu adanya kaitan antara program yang direncanakan dengan peraturan yang berlaku. Keterkaitan struktural yaitu adanya kaitan dan koordinasi dalam bentuk penugasan pada tiap instansi yang bersangkutan. Keterkaitan material yaitu kaitan dan koordinasi antara program antar instansi. Sedangkan keterkaitan operasional adalah kaitan dan keterpaduan dalam penentuan langkah-langkah pelaksanaan.
Persentase yang diperoleh berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 62 responden diketahui 15 responden atau 24,19% menyatakan indikator mengidentifikasi keterkaitan dan kepentingan instansi termasuk kategori sangat sesuai, 5 responden atau 8,06% menyatakan sesuai, 30 responden atau 48,38% menyatakan kurang sesuai, dan 11 responden atau 17,74% menyatakan tidak sesuai.

Tabel 4.6 Responden Terhadap Indikator Mengidentifikasi Keterkaitan dan Kepentingan Instansi

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat sesuai 15 24,19
2. Sesuai 5 8,06
3. Kurang sesuai 30 48,38
4. Tidak Sesuai 11 17,74
62 100,00
Sumber : Hasil Olahan Angket, September 2010

Persentase 48,38% responden menyatakan kegiatan lingkungan Bagian Umum dalam mengidentifikasi keterkaitan dan kepentingan instansi termasuk kategori kurang sesuai, karena responden berpendapat bahwa lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone belum memiliki struktur organisasi yang memadai. Selanjutnya responden menyatakan bahwa walaupun pada umumnya pegawai memahami bidang tugasnya tetapi kemampuan sumber daya manusia (SDM) lingkungan Bagian Umum masih terbatas sehingga mereka terbatas pula melaksanakan tugas-tugas perencanaan.
Persentase 8,06% responden menyatakan sesuai karena responden berpendapat bahwa Lingkungan Bagian Umum telah melakukan tugas mengidentifikasi keterkaitan program dengan baik. Responden juga menyatakan bahwa pada umumnya pegawai lingkungan Bagian Umum memahami tugas dan fungsinya dengan baik.
Persentase 17,74% responden yang menyatakan kegiatan ini termasuk kategori tidak sesuai karena responden berpendapat bahwa dalam praktek koordinasi perencanaan yang dilakukan oleh Lingkungan Bagian Umum selama ini hanya berfungsi sebagai pengumpul berbagai usulan rencana tanpa melakukan identifikasi program sebagaimana mestinya.
Sedangkan persentase 24,19% responden menyatakan sangat sesuai karena responden berpendapat bahwa seluruh langkah, prosedur dan berbagai peraturan yang seharusnya ditempuh dalam mengidentifikasi rencana program yang diusulkan instansi dilaksanakan dengan sangat baik di Lingkungan Bagian Umum.
Berdasarkan jawaban responden tersebut maka hal ini memberikan gambaran bahwa Lingkungan Bagian Umum dalam mengidentifikasi keterkaitan dan kepentingan atas program yang diusulkan dikategorikan kurang sesuai dengan standar yang seharusnya dilakukan.
Kendala yang dihadapi sehingga kegiatan itu belum terlaksana secara maksimal adalah kualitas dan wawasan perencanaan dari sumber daya manusia (SDM) Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone yang diperlukan untuk memaksimalkan hasil perencanaan masih terbatas, dan kondisi struktur organisasi yang tidak mendukung kelancaran pelaksanaan tugas koordinasi karena Lingkungan Bagian Umum sangat kelebihan beban tugas.
Akibat belum sesuainya kegiatan Lingkungan Bagian Umum dalam mengidentifikasi keterkaitan dan kepentingan instansi yang terlibat pada perencanaan dalam administrasi perkantoran dan penentuan dalam pengambilan keputusan menyebabkan : a) program yang dirumuskan kurang teridentifikasi secara menyeluruh dan mendalam; b) program yang telah dirumuskan berpotensi menimbulkan duplikasi dalam tahap pelaksanaan karena menimbulkan duplikasi dalam tahap pelaksanaan karena didasarkan semata-mata pada kepentingan sektor tertentu saja; c) menimbulkan egoisme sektor tertentu dalam administrasi perkantoran di daerah mengingat bahwa instansi sektoral yang DIP-nya besar mendominasi seluruh sektor kelengkapan data perkantoran.
b. Memadukan kegiatan yang sejenis dan berkaitan
Kegiatan Lingkungan Bagian Umum yang juga termasuk rangkaian kegiatan koordinasi perencanaan adalah memasukkan berbagai usul program instansi. Upaya memadukan kegiatan yang sejenis dan saling berkaitan tersebut diharapkan akan menghasilkan optimalisasi bagi potensi di daerah sehingga menghasilkan alternatif kebijakan yang terbaik bagi daerah.
Kegiatan Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dalam memadukan usul program yang sejenis dan berkaitan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.7 Tanggapan Responden Terhadap memadukan Usul Program yang Sejenis dan Berkaitan

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat sesuai 21 33,87
2. Sesuai 20 32,25
3. Kurang sesuai 20 32,25
4. Tidak sesuai 1 1,63
62 100,00
Sumber : Hasil Olahan Angket, September 2010

Tabel 4.7 nampak bahwa terdapat 21 responden atau 33,87% menyatakan kegiatan Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dalam memadukan kegiatan yang sejenis dan berkaitan sangat sesuai, 20 responden atau 32,25% menyatakan sesuai, 20 responden atau 32,25% menyatakan tidak sesuai dan terdapat empat responden atau 1,63% menyatakan tidak sesuai.
Berdasarkan angka-angka ini maka kegiatan Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dalam memadukan kegiatan instansi pada proses koordinasi perencanaan dikategorikan sangat sesuai.
Persentase 32,25% responden menyatakan kegiatan Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone dalam memadukan kegiatan kurang sesuai karena responden berpendapat walaupun proses perencanaan telah ditunjang oleh berbagai Juklat dan Juknis perencanaan yang cukup memadai serta laporan kegiatan setiap bagian namun belum dapat diimplementasikan secara maksimal oleh aparat perencanaan di Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone. Seperti halnya dengan kegiatan yang lain kendala yang dihadapi adalah kemampuan sumber daya manusia.
Persentase 32,35% responden menyatakan sesuai karena responden berpendapat bahwa Lingkungan Bagian Umum telah melaksanakan tugas tersebut dengan baik keberhasilan ini karena cukup ditunjang oleh sejumlah Julat dan Juknis perencanaan administrasi perkantoran serta laporan usul program dari instansi yang disampaikan sebelum pelaksanaan rapat koordinasi Kabupaten Bone.
Persentase 33,87% responden menyatakan sangat sesuai karena responden berpendapat bahwa Lingkungan Bagian Umum dalam melaksanakan kegiatan tersebut telah mempertimbangkan berbagai aspek yang meliputi aspek keterkaitan, aspek pembiayaan dan aspek urgensi suatu program.
Sedangkan 1,63% responden yang menyatakan tidak sesuai karena responden berpendapat instansi yang ikut dalam proses perencanaan pembangunan sangat mementingkan target yang telah ditetapkan oleh instansi atasannya. Selain itu Lingkungan Bagian Umum selaku pelaksana, koordinasi perencanaan kurang memiliki kemampuan untuk mengendalikan egoisme instansi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui faktor-faktor yang menyebabkan sehingga indikator memadukan kegiatan yang sejenis dan berkaitan termasuk kategori kurang sesuai antara lain : a) Juklat dan Juknis perencanaan administrasi perkantoran dan pengambilan keputusan belum dapat diimplementasikan dengan baik oleh aparat perencana pada Lingkungan Bagian Umum; b) Juklat dan Juknis tersebut dijalankan secara kaku sehingga bila mendapat hambatan sulit melakukan adaptasi; c) aparat perencana jarang mengikuti pendidikan teknis perencanaan karena ketiadaan anggaran; d) banyak instansi mempertahankan usulan programnya karena sudah ditetapkan oleh instansi atasan.
Memadukan berbagai program instansi yang dilakukan oleh Lingkungan Bagian Umum diharapkan akan menghasilkan rencana yang terpadu yang selanjutnya dengan rencana terpadu tersebut dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan rencana administrasi perkantoran di Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone.
Ketidak mampuan Lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone memadukan rencana kegiatan instansi membawa program yang direncanakan hanya semata-mata merupakan daftar usulan program instansi yang berpolarisasi menurut kepentingan instansi tanpa ada saling keterkaitan satu sama lain.

B. Faktor Penghambat dan Pendukung
1. Faktor Penghambat
a. Strategi struktur berdasarkan tanggapan responden terhadap perihal kompleksitas struktur organisasi kurang tepat karena pada dasarnya pengawasan kerja yang dilakukan bukanlah pengawasan secara langsung sehingga terkadang hasil operasionalisasi kerja kurang tepat dari perencanaan semula.
b. Tingkat formalitas yang berlaku juga mengalami kurang tepat terhadap adanya indikasi bahwa tipe formalitas sifatnya monoton dalam artian bahwa pegawai diharapkan menangani berbagai masukan dengan cara yang sama dan menghasilkan keluaran yang seragam pula.
c. Kultur organisasi dalam pelembagaan organisasi juga mengalami hambatan, yaitu pemahaman pegawai atas kultur organisasi dalam pelembagaan strategi pada dasarnya tidak diketahui secara keseluruhan dalam artian bahwa hanya kepala bagian dan sub bagian yang mengetahui langsung atas kebijakan yang diterapkan oleh pimpinan puncak, dan sementara pegawai tidak mengetahui persis akan arah keputusan tersebut.
d. Sumber Daya Organisasi, letak kekurangan dari sumber daya yang ada di lingkungan Bagian Umum adalah tingkat pendidikan tinggi yang belum merata, sementara yang mengikuti pendidikan dan latihan belum sepenuhnya menerapkan apa yang telah diperolehnya.
e. Sarana dan prasarana yang ada di lingkungan Bagian Umum pada dasarnya masih minim, terutama pada saat penyajian data umumnya masih memakai sistem manual sehingga terkesan lamban dalam proses pengadministrasian perkantoran.
f. Interkoneksitas lembaga atau koordinasi antar bagian-bagian instansi terkait masih mengalami beberapa hambatan terutama pada mengidentifikasi keterkaitan dan kepentingan instansi yaitu ditemukan adanya kekurang sesuaian antara jumlah pegawai dan tingkat keahlian masing-masing pegawai atau hanya sebagian kecil saja yang memiliki keahlian tertentu sehingga dalam proses aktivitas keseharian di kantor hanya yang mengetahui bidang itu yang menumpuk pekerjaannya.
2. Faktor Pendukung
a. Strategi struktur, untuk mempermudah jalannya koordinasi antara berbagai satuan kerja di Lingkungan Bagian Umum dan menjadi alat pengawasan atau mengendalikan setiap perubahan-perubahan yang ada dalam satuan kerja organisasi.
b. Tingkat formalitas yang berlaku memiliki keunggulan tersendiri yaitu pihak pimpinan telah mengadakan pertimbangan yang matang sehingga job kerja masing-masing bagian tidak tumpang tindih, dalam artian bahwa kepala bagian hanya, mengambil keputusan pada batas teknis, sementara kepala sub bagian hanya mengambil keputusan pada proses operasionalnya saja.
c. Kultur organisasi dalam pelembagaan organisasi memiliki sifat yang menunjang yaitu akan mendorong pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan organisasi sebagai keseluruhan, bukan dengan satuan kerja pada bagiannya melainkan diposisikan sesuai dengan tingkat dan kemampuan masing-masing pegawai.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan manajemen strategik di Lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone berdasarkan atas tiga langkah strategik yaitu : a) strategik struktur dimana didalamnya terdapat perihal kompleksitas struktur organisasi, tingkat formalitas yang berlaku, dan kultur organisasi dalam pelembagaan organisasi hasilnya kurang sesuai, b) strategik sumber daya organisasi yang bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia dan melengkapi sarana dan prasarana perkantoran dalam kategori kurang lengkap, dan c) interkoneksitas lembaga yang bertujuan agar koordinasi dapat terlaksana dengan baik, maka dilakukan dua langkah strategik yaitu mengidentifikasi keterkaitan dan kepentingan instansi dan memadukan kegiatan yang sejenis dan berkaitan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses pengambilan keputusan.
2. Faktor penghambat yang ditemui, terutama pada strategik struktur khususnya pada langkah formalisasi sangat terasa karena sifatnya monoton dalam artian bahwa pegawai diharapkan menangani berbagai masukan dengan cara yang sama dan menghasilkan keluaran yang seragam pula. Kemudian faktor penunjang yang sangat menonjol adalah kultur organisasi mendorong pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan organisasi sebagai keseluruhan, bukan dengan satuan kerja semata pada bagiannya melainkan diposisikan sesuai dengan tingkat dan kemampuan masing-masing pegawai.

B. Saran
1. Sekiranya dalam pelaksanaan manajemen strategik di Lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone sebaiknya dilakukan adanya peringatan bagi pegawai yang telah melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan, agar tercipta penerapan hukum disamping adanya motivasi tersendiri dalam diri setiap pegawai.
2. Untuk mengurangi terjadinya faktor penghambat, sebaiknya strategik struktur khususnya pada langkah formalisasi sebaiknya tidak monoton agar pegawai diharapkan menangani berbagai masukan dengan cara yang sama dan menghasilkan keluaran yang tidak seragam.

DAFTAR PUSTAKA
Admidjoyo Cokro Bintoro, 1984. Pengantar Administrasi Pembangunan. LP3ES. Jakarta.
Amin, Mappajantji, 1996. Rencana Pengembangan Kawasan Andalan Fare-Pare. Ujung Pandang, PSDL-LP Universitas Hasanuddin.
Bryant dan While. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. LP3ES. Ul-Press. Jakarta.
Fauzi, 1999. Aspek Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Gramedia pustaka Utama. Jakarta.
Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Handayaningrat, Soewono, 1985. Pengantar Studi Administrasi dan Manajemen. PT. Gunung Agung, Jakarta.
Hasibuan, Sayuti, 1995. Pemecahan Masalah Lapangan Kerja Produktivitas di Daerah Tingkat II. Suatu Pendekatan, dalam Majalah “Perencanaan Pembangunan”. Nomor 01/1995, Bappenas RI, Jakarta.
Kartasasmita, Ginanjar, 1997. Administrasi Pembangunan. LP3ES, Jakarta.
Kartono, Kartini, 1985. Pimpinan dan Kepemimpinan. PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.
Moekijat, 1982. Latihan dan Pengembangan Pegawai. Alumni, Bandung.
Mustopadidjaja. 1997. Transformasi Manajemen Menghadapi Globalisasi Ekonomi. Dalam Jurnal Administrasi dan Pembangunan Vol. 1 No. 1 1997. PP Persadi. Jakarta.
Pamudji, S. 1992. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bina Aksara. Jakarta. Rustandi, R. Achmad. 1985. Gaya Kepemimpinan. Armico. Bandung.
Sadu, Wasistiono. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Fokusmedia. Bandung.
Salusu. J. 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Grasindo. Jakarta.
Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Sebelas Maret University Press. Surabaya.
Sastropoetro. R.A. Santoso. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Alumni, Bandung.
Siagian, Sondang. P. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
________. 1986. Filsafat Administrasi. Gunung Agung. Jakarta.
________ . 2002. Manajemen Stratejik. Bumi Aksara. Jakarta.
Singarimbun, dkk. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3S. Jakarta.
Sugiono. 1993. Metode Penelitian Administrasi. Alphabet. Bandung.

Peraturan perundang-undangan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Perda No. 2 Tahun 2008. Tentang Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bone.

PENTINGNYA MANAJEMEN STRATEGIK KEPEMIMPINAN PADA BAGIAN UMUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE















Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
Program Studi untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan
Administrasi Negara pada STIA Prima Bone




OLEH :

ANDI AMIN NURSYAH
06 111 068




SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
PUANGRIMANGGALATUNG
BONE
2010

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL : PENTINGNYA MANAJEMEN STRATEGIK KEPEMIMPINAN PADA BAGIAN UMUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE

NAMA : ANDI AMIN NURSYAH
NIM/NIRM : 06 111 068
PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Telah diperiksa ulang dan disetujui untuk dipertahankan dalam ujian skripsi.


Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II

Prof.DR.H.Murtir Jeddawi,SH.S.Sos.,M.Si DRS. Andi Djalante, M.M
NIDN 09 150 561 02 NIDN 09 030 860 01

Mengetahui


Ketua STIA Prima Bone Ketua Jurusan
Administrasi Negara

Prof.DR.H.Murtir Jeddawi,SH,S.Sos.,M.Si ______________________
NIDN 09 150 561 02


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan taufik-Nya sehingga penyusunan skripsi ini berhasil diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan dan pembahasan skripsi ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritikan-kritikan, saran-saran dan petunjuk-petunjuk yang sifatnya konstruktif.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ketua STIA Prima Bone yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah pada STIA Prima Bone.
2. Prof.DR.H.Murtir Jeddawi,SH,S.Sos.,M.Si dan DRS.Andi Djalante M.M, masing-masing sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II penulis, terima kasih atas segala bimbingan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak/Ibu Dosen serta Civitas akademik STIA Prima Bone yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan arahan dan motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan.
Akhirnya ucapan terima kasih atas segala bantuan dan partisipasi Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudara yang diberikan kepada penulis mulai dari perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan yang diberikan memberikan manfaat bagi penulis serta mendapat pahala dan rezeki dari Allah SWT. Amin

Watampone, 2010

Penulis


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 4
D. Metode Penelitian 5
E. Sistematika Pembahasan 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Pengertian Manajemen 9
B. Pengertian Kepemimpinan 20
C. Pengambilan Keputusan Strategik 27
D. Langkah-langkah dalam Manajemen Strategik 31
E. Kerangka Konseptual 38
F. Defenisi Operasional 39


BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 41
A. Strutur Organisasi Bagian umum Sekretariat Daerah
Kabupaten Bone 41
B. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bone 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 45
A. Pelaksanaan Manajemen Strategik Bagian Umum
Sekretariat Daerah Kabupaten Bone 45
B. Faktor Penghambat dan Pendukung 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 68
A. Kesimpulan 68
B. Saran 69
DAFTAR PUSTAKA



DAFTAR TABEL


Tabel 4.1 Tanggapan Responden terhadap Kompleksitas Berbagai Kegiatan yang perlu dilaksanakan 46

Tabel 4.2 Tanggapan Responden Terhadap Tipologi Struktur Formalisasi di lingkungan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kab. Bone 48

Tabel 4.3 Tanggapan Responden Terhadap Budaya Organisasi dalam Pelembagaan Strategik di Lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone 50

Tabel 4.4 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia di Lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Bone 53

Tabel 4.5 Tanggapan Responden Terhadap Sarana dan Prasarana di Lingkungan Bagian Umum Sekertariat Daearh Kabupaten Bone 55

Tabel 4.6 Responden Terhadap Indikator Mengidentifikasi Keterkaitan dan Kepentingan Instansi 58

Tabel 4.7 Tanggapan Responden Terhadap memadukan Usul Program yang Sejenis dan Berkaitan 61



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Coment Nya